Mengenang Series Terbaik : Breaking Bad

Kam, 30 Apr 2020 pukul 00.25

5 seasons, 62 episodes, and countless deaths. Dari “Pilot” hingga “Felina”, Breaking Bad telah menjelma menjadi legenda pertelevisian dunia berkat jalinan ceritanya yang luar biasa, sinematografi yang fantastis, akting brilian, dan keputusannya untuk berhenti di saat yang tepat. Ya, seandainya serial tv ini berpanjang-panjang dalam bertutur mungkin nasibnya akan berbeda: membosankan dan terlupakan. Berhenti ketika masih di puncak kejayaan dan antusiasme pemirsa yang sedang tinggi-tingginya adalah keputusan bijak yang dengan suksesnya mengokohkan serial ini sebagai legenda.

 

Breaking Bad mengambil cerita seorang guru kimia SMA bernama Walter White, yang didiagnosa mengidap stage 3 lung cancer. Membutuhkan biaya lebih untuk perawatan kanker ditambah pula kebutuhan hidup sehari-hari, Walter nekad terjun ke drugs world, di mana ia memproduksi serta menjual narkoba jenis methamphetamine. Dibantu oleh mantan muridnya, Jesse Pinkman (Aaron Paul), Walter perlahan-lahan semakin dalam terlibat dalam dunia kriminal. Terlebih, hasil "memasak" meth karya nya dianggap terbaik yang pernah ada, sehingga permintaan dari para junkie semakin besar. 

 

Tinggal di Albuquerque, New Mexico, Walter memiliki seorang istri yang tengah hamil, Skyler White (Anna Gunn) dan anak laki-laki, Walter Jr. (RJ Mitte), yang mengidap cerebral palsy. Selain itu, Walter pun memiliki adik ipar, Marie (Betsy Brandt) dan suaminya yang merupakan agen DEA, Hank Schrader (Dean Norris). Hank sendiri tengah gencar melakukan penyelidikan atas semakin maraknya penggunaan meth di lingkungan Albuquerque.

 

Breaking Bad, yang dibuat oleh Vince Gilligan ini terdiri dari lima season, dan percayalah dari season ke season nya, semakin menebarkan atmosfer kelam, depresif, serta tragic yang hadir per episode, terutama dari pertengahan season 3 hingga season 5. Padahal di awal-awal season, atmosfer yang ditawarkan Breaking Bad terasa family friendly sekali. Harmonisnya keluarga Walter, eratnya hubungan mereka dengan Marie dan Hank, serta dunia kriminal yang belum terlalu menjamah kehidupan Walter, terutama di season 1, Breaking Bad masih mudah untuk dilahap, dan terlihat normal untuk ditonton bersama dengan keluarga. Namun, seiring dekatnya dan familiar nya Walter berhubungan dengan kehidupan kriminal, tone penceritaan mulai cenderung depresif, intense, dan tragic sehingga memberikan kesan tidak nyaman setiap menontonnya. 

 

Memanfaatkan format episode, penonton diajak untuk mengenal lebih dalam masing-masing karakternya. Seperti Walter yang sangat mencintai keluarganya dan rela melakukan apapun demi kebahagiaan mereka, bahkan harus melakukan tindakan kriminal. Jesse yang terlihat dari luar hanya lah berandal junkie pembuat onar, namun di dalamnya terdapat hati mulia yang menyukai dan menyayangi anak-anak. Lambat laun, pekerjaan mereka sebagai penyuplai meth ini akan mempengaruhi kehidupan orang-orang terdekat Walter dan Jesse, dan semakin sering pula mereka harus memutar otak untuk bisa menjamin keselamatan kerabat mereka dari tokoh-tokoh kriminal yang berbahaya. Dengan 5 season, total 62 episode nya, jelas Gilligan & co. memiliki durasi jauh lebih dari cukup untuk mengeksplorasi para karakternya. Tidak hanya Walter dan Jesse, kita pun melihat pendalaman berbagai karakter yang melingkari mereka, sehingga para karakter ini jatuhnya tidak hanya sekedar lewat saja. 

 

Untuk karakter Walter White sendiri, percayalah, karakter anti hero terbaik yang pernah ada dalam media serial tv/film ini. Awal mula, Walter adalah pria berkeluarga normal dengan pekerjaan yang normal pula. Dari permukaan, mudah sekali untuk menilai jika ia adalah pria baik-baik. Dibantu pula kharisma likeable dari Bryan Cranston. Namun, dengan kondisi yang semakin menyulitkan, ia berani mengambil jalan 180 derajat dengan tenggelam dalam dunia kriminal. Seiring waktu, sosok Walter White yang baik kita kenal di awal semakin tergerus, dan tidak jarang kita membenci atau paling tidak menyayangkan keputusan amoral yang sering ia ambil, sehingga melahirkan sosok alter ego Walter, sekaligus "nama kriminal" nya, Heisenberg.

 

Demi melancarkan segala urusannya, Walter tidak segan-segan dalam mengambil keputusan, bahkan jika keputusan tersebut harus melayangkan nyawa orang lain. Dari kriminal kelas teri yang bahkan sering melakukan kecerobohan mendasar, menjelma menjadi mastermind dalam menjalankan agendanya. Transformasi Walter White ini dikerjakan begitu mendetail oleh Gilligan. Dari motif, karakterisasi, hingga narasi masa lalu, Gilligan begitu memperhatikan hal-hal tersebut. Walter sendiri sebelum ia menjelma menjadi seorang raja dalam dunia narkotika, ia hanyalah pria berusia senja normal, bahkan cenderung menyedihkan. Ia didiagnosa mengidap kanker paru-paru meskipun ia sama sekali tidak pernah merokok sepanjang hidupnya. Sebagai guru pun ia tidak dihormati, bahkan ada satu momen, Walter dipermalukan oleh salah satu muridnya yang sebelumnya sempat ia marahi. Dalam keluarga pun, Walter seolah powerless. Sebagai pemimpin rumah tangga, terlihat sekali ia terlalu "diarahkan" oleh sang istri, Skyler. Hank, adik iparnya, tidak jarang meremehkan atau bahkan menjadikan Walter sebagai bahan candaan.

 

Kerap kali, kita selalu mendengar Walter beralasan jika ia menyeberangi jalan penuh mara bahaya, masuk ke dunia kriminal demi mendapatkan uang adalah untuk keluarga. I did this for family, bla bla bla, tapi dari awal kita bisa menduga, Walter melakukan semua ini adalah berdasarkan keinginannya sendiri, dan di episode akhir, akhirnya Walter mengakui tersebut. Dia merasakan hidup, seolah terlepas beban yang selama ini menahannya. Ada kepuasan melihat dirinya di akhir, ia terang-terangan mengakui itu. Pada akhirnya, ada satu hal yang mana bisa memuaskan ego terpendamnya. Ia bisa mendapatkan respect dari orang yang mengetahui potensi sebenarnya, keberadaannya memiliki impact besar. Dan secara tidak langsung pun, ia memegang kontrol penuh dan bisa mengelabui Hank, yang notabenenya kerap meremehkan dirinya.

 

Bryan Cranston memberikan performa monumental sebagai Walter White. Tak berlebihan rasanya jika mengklaim Walter White adalah salah satu karakter terbaik yang pernah ada dalam sejarah serial tv, dan selain faktor penulisan karakter, penampilan Bryan Cranston juga memiliki andil besar. Bukan hal mudah memerankan dualitas pada satu karakter, dan Cranston mampu menyeimbangkan sosok Walter yang likeable, clumsy, innocent, namun di sisi berseberangan, ia juga brilian menampilkan sosok Heisenberg yang sociopath, berhati dingin sehingga bisa memberikan order untuk mencabut nyawa seseorang. Terdapat banyak adegan yang membuat speechless berkat akting luar biasa Cranston, seperti pada adegan "I am the danger", monolog pada episode Fly, penonton dipaksa untuk terharu bahkan menangis akibat aktingnya di the telephone scene dalam episode Ozymandias, namun yang paling favorit adalah di akhir adegan episode Crawl Space, dan oh boy, kita dibuat terpana, takjub akan totalitas yang diberikan Cranston. What a phenomenal job.

 

Selain memperdalam karakterisasi, Gilligan mengajak kita untuk melihat interaksi antar karakter.  Kita mempelajari hubungan yang terjalin, apakah itu sayang, peduli, hormat atau bahkan benci. Namun, tetap yang paling stood out adalah duet Walter-Jesse. Seiring berjalan episode demi episode, hubungan keduanya mengalami pasang surut. Tidak jarang mereka berdebat bahkan bertengkar akibat pendapat berseberangan, namun juga sering pula mengemuka hubungan hangat ala ayah dan anak pada dua karakter ini.

 

Barisan para antagonist nya pun tidak mau kalah. Ada Tuco (Raymond Cruz) yang memiliki masalah dalam mengatur temper nya, Jack Welker (Michael Bowen) yang hadir di season akhir, duo the cousins, Leonel dan Marco Salamanca (Daniel dan Luis Moncada) yang miskin bicara namun setia memberikan ancaman di setiap kehadirannya. Gilligan & co. juga membuktikan kepada penonton jika untuk menghadirkan villain yang berbahaya, tidak selalu perlu sosok pria/wanita tangguh dengan fisik menyeramkan. Hector Salamanca (Mark Margolis) masih mampu menebarkan teror dengan tatapan penuh kebencian walau dirinya hanya duduk di kursi roda. Oh, tidak lupa juga dengan lonceng di kursi roda nya yang mampu membuatmu tidak nyaman. Dan ada juga Lydia Rodarte-Quayle (Laura Fraser), wanita high profile yang terlihat lemah dan mudah cemas, tetapi di dalamnya ternyata tidak terlalu jauh busuknya dengan para kriminal lainnya. Tetapi tentu saja yang paling memorable adalah Gustavo Fring yang diperankan brilian oleh Giancarlo Esposito. Berdosa sekali rasanya jika tidak membahas karakter satu ini.

 

Gustavo atau Gus sebenarnya tidak jauh berbeda layaknya Walter White. Dirinya harus menjalani kehidupan ganda demi menutupi kedok mereka dalam keterlibatan di dunia kriminal. Keduanya sama-sama kalkulatif, cerdas, dan ahli dalam melakukan pekerjaan mereka. Namun bedanya, Gus memiliki pengalaman yang jauh di atas Walter sehingga Gus lebih tenang dan acap kali mendahului Walter di setiap kesempatan. Kondisi inilah yang juga harus memaksa Walter senantiasa memutar otak untuk mengalahkan Gus, bahkan harus melakukan apapun supaya nyawanya terselamatkan. Percayalah, ancaman yang dihadirkan oleh Gus jauh berlipat-lipat dosis nya dibanding antagonist lainnya. Gus merupakan pria kalem, tenang, mampu memberikan kesan nyaman kepada setiap orang di dekatnya, namun dibalik itu, ia adalah sosiopat penuh perhitungan yang membuat Anda berharap untuk tidak melihat dirinya yang sebenarnya. Rivalitas antara Walter vs Gus inilah yang semakin menobatkan Breaking Bad sebagai tontonan yang keren dan susah dilupakan.

 

Ada alasan tersendiri mengapa Breaking Bad menjadi sajian yang memorable, dan itu tidak terlepas dari suntikan realis dari Gilligan & co. Breaking Bad bukanlah kehidupan layaknya dalam film The Godfather trilogy dimana Walter hidup dalam dunia keluarga mafia. Setting Breaking Bad tidak diambil layaknya perang kerajaan ala Game of Thrones, melainkan kisah Breaking Bad hanyalah diambil dari kehidupan pria normal dengan lingkungannya yang normal pula, begitu jauh dari lingkungan kriminal. Dengan pendekatan realis inilah, setiap Breaking Bad memiliki momen yang mencekam, intense, yang melibatkan karakter utamanya dalam bahaya, penonton pun merasakan ketidaknyamanan. Susah dijelaskan bagaimana jantung berdetak begitu tidak normalnya setiap Walter dan Jesse dihimpit masalah besar yang bisa saja mempengaruhi kehidupan sekitar mereka.

 

Ambiguitas moral terasa kental saat mengingat, tokoh-tokoh utama dalam Breaking Bad sebenarnya tidak ada yang bisa dikatakan benar-benar putih (mungkin pengecualian adalah Walter Jr.) sehingga terasa humanis. Masing-masing memiliki kekurangannya, termasuk Hank sebagai agen DEA yang di akhir memperlihatkan jika ia rela melakukan apa saja demi bisa menangkap Heisenberg.

 

Di tengah pusaran kisah drama kriminal yang semakin mengental dan berintensitas tinggi, Gilligan & co. tidak lupa juga sering menyelipkan komedi gelap nya yang kerap datang secara tak diduga dan di situasi yang tidak tepat (in positive way). Minimnya pengalaman Walter di awal karir kriminal nya dimanfaatkan Gilligan untuk menjadi sumber black comedy-nya, begitu pula dari duet Walter-Jesse yang kerap kali berdebat hingga sesekali mereka adu jotos. Setidaknya sentuhan komedi hitam ini sedikit memberikan warna cerah tersendiri di tengah semakin kelamnya penceritaan. Karakter  comic relief seperti Saul Goodman (Bob Odenkirk) atau bahkan si bodyguard pendiam favorit penggemar, Huell (Lavell Crawford) tentu dibutuhkan untuk meningkatkan dosis komedinya.

 

Permasalahan Breaking Bad sendiri adalah alurnya yang sering begitu lambat. Tidak jarang Gilligan & co. menghabiskan menit demi menit dalam episode nya dengan memusatkan pada dialog atau cengkerama antar karakter tanpa ada nya momen pelecut adrenalin, terutama di season 1. Hal ini menjadi alasan tidak terbantahkan mengapa Breaking Bad cukup susah untuk dinikmati bagi mereka yang ingin memulai petualangan mereka bersama Breaking Bad. 

 

Cukup disayangkan bila banyak para newbie yang ingin mencoba Breaking Bad segera menyerah di season pertama karena memang dengan pacing yang lambat panas ini memiliki tujuan untuk memberikan kesempatan kepada penonton supaya tenggelam dengan kisah para karakter yang terlibat, hingga tercipta koneksi antara kita dengan karakter nya.  

 

Kami sarankan untuk Anda yang telah memiliki niat untuk mencoba Breaking Bad, bersabarlah. Tidak perlu terburu-buru, nikmati kisahnya secara perlahan, karena percayalah, Anda akan mendapatkan pengalaman menonton luar biasa di setiap seasonnya. Terutama di season 3 hingga akhir. Tentunya bagi Anda yang ingin memulai binge watching serial ini, sebaiknya dengarkan terlebih dahulu review sekilas Breaking Bad di Podcast Nobar Eps. 16 - Top 5 Series Featuring Hilbram Dunar (Part 1).

 

Sumber: artikel asli

Komentar

Loading